Kembali

Bencana Tidak Pernah Natural - Tidak Ada Yang Namanya Bencana Alam

Bencana Tidak Pernah Natural - Tidak Ada Yang Namanya Bencana Alam

Apa yang disebut bencana sebenarnya tidak pernah terjadi secara alami, kejadian atau fenomena alam (sebesar apapun) hanya sebuah fenomena alam biasa. Fenomena alam memang memiliki sifat berbahaya, namun bukan berarti otomatis sifat bahaya tersebut menyebabkan bencana.

Misalnya, ada fenomena atau kejadian gunung meletus, sebesar apapun letusan dan bahaya nya, jika terjadi di planet Mars atau terjadi di pulau tandus tidak berpenghuni, maka tidak akan menimbulkan bencana.

Bencana baru akan terjadi jika gunung meletus tersebut terjadi di dekat pemukiman penduduk di mana banyak orang hidup dan beraktivitas.

Perumpamaan lain yang lebih sederhana, misalnya anda membuat pesta ulang tahun di halaman belakang rumah, di sana terdapat kue ulang tahun, meja, kursi, alat elektronik, dan lain sebagainya.


Diramalkan akan ada hujan deras pada sore - malam harinya (saat anda melakukan pesta). Hujan tersebut berbahaya, namun hanya akan menimbulkan bencana (kegagalan pesta ulang tahun) jika kue ulang tahun, meja, kursi, alat elektronik, dan lain-lainya tetap berada di halaman atau tidak dilindungi oleh apapun.

Jika akhirnya anda memutuskan melaksanakan pesta di dalam rumah, atau memutuskan membangun tenda di halaman belakang, maka hujan tersebut tidak akan menimbulkan bencana (kegagalan pesta ulang tahun), dan hanya akan menjadi fenomena atau kejadian alam biasa.

Artinya, fenomena alam baru menjadi sebuah bencana jika berinteraksi langsung dengan aset dan manusia. 


Jika tempat atau kualitas aset-manusia nya bisa menghindarkan sifat bahaya dari fenomena alam, maka fenomena alam tersebut hanya sebuah fenomena alam biasa dan tidak akan menyebabkan bencana.

Contoh nyatanya, letusan Novarupta di Alaska, salah satu letusan terbesar pada abad ke-20, namun tidak menyebabkan bencana, sebab terjadi di lembah terpencil di Alaska. Lalu ada gempa laut Banda pada 1938, kekuatanya mencapai 8.5 SR, menyebabkan tsunami, namun tidak menimbulkan bencana sebab pusat gempa berada sangat dalam di dasar laut, dan tsunami hanya menghantam pulau kecil tidak berpenghuni.

Pada 2021, ada juga kejadian alam berupa gempa di Antartika (disebut sebagai gempa Sandwich), kekuatanya 8.1 SR, menyebabkan tsunami sangat besar, namun tidak menjadi bencana karena terjadi di antartika. 


 Bandingkan dengan gempa 6.6 SR di Iran pada 2003 yang pusat gempanya terjadi tepat di tengah kota, banyak gedung hancur karena strukturnya tidak tahan gempa, dan menyebabkan 26000+ orang meninggal. Fenomena alam ini (gempa) menjadi bencana karena pusat gempanya tepat berada di tengah kota di mana aset dan manusia berada.

Dengan kata lain, jika lokasi pembangunan, atau kualitas pembangunan dibuat bisa menghindari bahaya dari fenomena alam, maka bencana tidak akan terjadi, sebab tidak akan ada korban atau kerugian (atau setidaknya kerugian sangat minim).

Pertanyaannya, siapa yang bisa menentukan bagaimana pembangunan kota, tata kota/wilayah, lokasi, dan kualitas bangunan/gedung? Jawabannya sudah pasti adalah pemerintah, oleh sebab itu peran pemerintah dalam hal ini sangatlah besar dan berpengaruh. 


 Jika lokasi pemukiman, atau kualitas bangunan, dan kualitas tata wilayah disesuaikan dengan prediksi iklim, maka penduduk dan aset yang rentan bisa memiliki resiko terkena bencana yang jauh lebih kecil.

Sejak 1990, IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) sudah memberi peringatan terkait perubahan iklim ini. Bahkan secara spesifik melalui AR6 pada 2021 memperingatkan kembali kalau wilayah Asia akan semakin parah diterpa kejadian alam ekstrim. 


 Jika pemerintah membuat kebijakan atau tata pembangunan berbasis prediksi iklim masa depan, membuat kebijakan berdasarkan kelestarian lingkungan, serta meningkatkan kualitas pendidikan-ekonomi masyarakat, bencana yang menyebabkan korban dan kerugian seperti yang baru-baru ini terjadi di wilayah Sumatra dan sekitarnya bisa sangat dikurangi. 

 Jadi, sebenarnya tidak ada yang namanya bencana alam, sebab alam tidak bisa menjadi pelaku, sebuah fenomena alam baru bisa menjadi bencana jika berinteraksi langsung dengan aset dan manusia yang menyebabkan kerugian dan korban.

Jika bencana terjadi, hampir pasti disebabkan oleh kesalahan regulasi, salah menata wilayah, tingginya tingkat kemiskinan (sehingga tidak punya power untuk melindungi aset dan diri), rendahnya tingkat pendidikan (kususnya terkait kebencanaan), keputusan politik yang tidak pro lingkungan, dan sebagainya yang menyebabkan aset serta penduduk terpapar dan rentan terhadap bahaya dari fenomena alam.